Hari ke-2 di Garut rutenya adalah ke Kawah Kamojang dan Kebun Mawar Situhapa. Tadinya mau ke Candi Cangkuang juga, tapi ide ini langsung ditolak mentah-mentah sama si kakak. Hihi. Dasar anak kota. Sebenarnya agak was-was juga mau ke Kawah Kamojang, karena takut jalanannya jelek. Tapi setelah tanya-tanya orang katanya jalannya lumayan bagus. Kalau dari Garut jaraknya kurleb 25km dan tidak terlalu menanjak. Kalau datang dari arah Bandung, untuk menuju Kawah Kamojang harus melewati Majalaya yang medannya cukup berat karena jalannya menanjak dan berbelok-belok. Alkisah adalah tanjakan Cukang Monteng yang sangat terjal dimana kemiringannya mencapai 25 derajat yang menyebabkan ciutnya para wisatawan untuk datang ke Kawah Kamojang ini. Tapi sekarang ga usah kuatir karena Pemkab Bandung telah membuat Jalan Lingkar Cukang Monteng yang akan mempermudah perjalanan menuju Ke Kawah Kamojang lewat Majalaya.
Nah, dari arah Garut sendiri untuk menuju ke Kawah Kamojang, kita akan disuguhi oleh pemandangan alam yang menyegarkan mata. Banyak pepohonan di kanan kiri jalan dan lahan-lahan yang ditanami dengan hasil pertanian dan perkebunan. Karena aku orangnya mabokan kalau banyak gerak di dalam mobil *princess syndrome*, aku suruh si kakak buat fotoin pemandangannya. Tapi ternyata setelah dilihat, aargghh.. putih semua hasilnya. Rupanya setingan kameranya berubah. Ga tau neh siapa yang utak atik. Alhasil cuma ada sedikit foto di kamera lainnya yang dipegang sama Edward. Itupun yang banyak kelihatan bagian dalam mobilnya. Lah wong dia duduknya dibelakang dan ditengah pula. Hahaha. Ancuurr.
Memasuki kawasan Kawah Kamojang, akan terlihat banyak pipa-pipa besar yang digunakan untuk menyaluran panas bumi ke generator untuk menghasilkan listrik. Pemanfaatan energi panas bumi (geothermal) ini telah dilakukan sejak jaman penjajahan Belanda. Sekarang pengelolaannya berada dibawah PT. Pertamina dan PT. Indonesia Power.
Di dalam kawasan sempat bingung juga mencari jalan menuju ke kawahnya karena petunjuknya ga jelas. Ada petunjuk arah ke kawah tapi ada tulisan “Dilarang Masuk Tanpa Ijin”. Akhirnya tanya-tanya ke orang dulu. Sempat berhenti dan turun dari mobil dulu karena terkesima ngeliat danau kecil yang berasap di permukaannya. Trus kebetulan ketemu anak-anak muda lagi naik motor, akhirya aku tanya dimana kawahnya. Ealah, ternyata pintu masuknya tinggal beberapa meter lagi dibalik tikungan. Hihi.
Tarif masuk ke Kawah Kamojang murah banget untuk wisatawan lokal, hanya Rp. 5.000,-/orang. Tapi mahal banget untuk wisatawan asing, yaitu Rp. 100.000,-/orang. Wakss. 2000% nya! Duh, terus terang kalau ngajak teman orang asing ke sini jadi bikin malu. Kesannya aji mumpung. Harusnya perbedaannya jangan terlalu besar.
Tempat parkirnya cukup luas. Ada warung-warung juga yang menjual makanan.
Jalan menuju kawah juga sudah bagus. Dibuat jalan setapak landai yang memudahkan pengunjung untuk mendaki. Di kawasan ini ada belasan kawah, yang diberi nama sesuai keunikan kawahnya. Seperti Kawah Manuk yang diberikan karena di kawah tersebut ada beberapa lubang yang mampu mengeluarkan bunyi seperti suara manuk (burung). Tapi waktu kami ke situ ga kedengaran suara apa-apa. Mungkin burungnya lagi boksi. Ada Kawah Stik Gas yang mengeluarkan gas dari lubang tanah. Kawah Leutak yang becek seperti rawa. Kawah Sakarat yang mengeluarkan suara seperti orang sekarang. Iih, syerem dong ya. Tapi ada 2 yang kawah yang paling sering dikunjungi pengunjuan yaitu Kawah Kereta Api dan Kawah Hujan.
Kawah Kereta Api mengeluarkan suara keras mirip suara lokomotif uap. Uap yang keluar dari celah bebatuan ini mempunyai tekanan yang sangat besar dan mampu melontarkan benda-benda. Ada kakek-kakek yang langsung show off dengan menyodorkan rokok yang menyala ke dalam semburan uapnya dan terlihat seperti sumber gasnya berpindah ke puntung rokok tersebut. Kemudian beliau juga melemparkan plastik-plastik rombeng ke dalam semburan uap dan langsung terlempar tinggi sekali. Oya, jangan lupa kasih si kakek tip yang untuk pertunjukannya dan sebaiknya belajar bahasa isyarat dulu kalau ke sini karena ngomongnya rada susah sama si kakek sangking berisiknya. Haha.
Sedangkan di Kawah Hujan, pengunjung bisa menikmati sauna di alam terbuka. Suhu air di Kawah Hujan ini mencapai 115 derajat celcius sehingga menimbulkan uap. Konon uap ini bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit seperti penyakit kulit, influenza, rematik, jantung, stroke dan tekanan darah tinggi. Hebat.
Tapi sewaktu kami di sini, suhunya biasa aja ga seperti di sauna. Kenapa ya? Apa karena cuma bayar 5 ribu jadi dikorting juga uapnya. Aku sempat mencelupkan kaki di air yang mengalir di situ. Hangat. Trus ngeliat ada batu yang disusun seperti api unggun. Apa ya itu? Iseng lagi mencelupkan jari kaki. Waakss. Ternyata panas banget. Huhu. Langsung merah kulitnya.
Setelah celap-celup kaki di sana-sini, akhirnya kami kembali lagi ke mobil untuk meneruskan perjalanan ke Kebun Mawar Situhapa. Perjalanan pulang tenyata lebih menyeramkan karena jalannya yang meskipun landai namun menurun membuat si papa irit-irit ngerem dengan alasan takut remnya panas. Haiks. Pegangaaannn.
Pingback: Kebun Mawar Situhapa, Garut | My Fourleafclover