Dari De Mata Trick Art Museum, kami menuju ke Taman Pintar, tepatnya ke pasar buku bekasnya. Tujuannya yaitu mau beli buku Why Series buat anak-anak. Lumayan murah cuma 50 ribu-an dan masih baru lho. Anak-anak ini bacaannya terbatas, maunya cuma komik dan itu hanya komik tertentu aja. Dikasih komik seperti Dragon Ball, Kungfu Boy atau komik-komik manga lainnya engga mau. Ngeliat warnanya aja yang cuma hitam putih udah males. Cuma satu komik manga yang dibaca, yaitu Pank Ponk. Padahal koleksi buku-buku jaman aku kecil masih ada, seperti Pasukan Mau Tahu, Lima Sekawan, Hardy Boys, Sherlock Holmes, Lupus, Donal Bebek, Lucky Luke, Asterix, dll. Boro-boro dibaca, dilirik aja engga -.-‘
Setelah dapat beberapa buku, kami nongkrong makan bakso di pinggir jalan. Tiba-tiba aku ingat, semalem waktu browsing internet kayaknya di sekitar situ ada yang namanya Museum Anak Kolong Tangga. Penasaran juga isinya apa. Sehabis makan kamipun mencari museum tersebut. Udah jalan mondar-mandir tapi kok ga ketemu juga. Akhirnya nanya sama tukang becak. Eh, ternyata ada di depan mata. Museum Anak Kolong Tangga ini berada di gedung Taman Budaya, Yogyakarta. Ga ada papan nama atau petunjuk yang menunjukkan bahwa museum itu terletak di situ.
Masuk ke dalam, baru sadar kenapa dinamakan Museum Anak Kolong Tangga. Di depan ruangan museum terdapat anak tangga yang menuju ke lantai 2 concert hall Taman Budaya Yogyakarta. Jadi seakan-akan ada di bawah kolong tangga. Kalau tangganya ga disitu mungkin bukan itu namanya. Haha.
HTMnya murah meriah. Cuma Rp. 5.000,-/orang dewasa. Anak-anak di bawah 15 tahun gratis.
Museum ini berbentuk persegi empat memanjang. Di dalamnya terdapat etalase-etalase tempat menyimpan mainan-mainan anak jaman dulu. Konon koleksi museum ini ada sekitar 18.000 koleksi yang terdiri dari mainan, buku cerita, poster, gambar, dan lain-lain dari Indonesia dan berbagai negara di dunia. Tapi yang ditampilkan di ruangan ini hanya sekitar 400-an saja. Uniknya penggagas berdirinya museum ini adalah seorang seniman asal Belgia yang mana dia juga turut menyumbangkan sebagian koleksi mainannya. Kebayang ga tuh gimana ortunya liat anaknya beli mainan mulu…haha. *curcol*
Di sini yang antusias cuma aku dan si papa. Inget mainan-mainan kita jaman dulu. Anak-anak mah cuek aja, ga tertarik walau dijelasin mainan ini maininnya gimana.

Congklak ini terbuat dari kayu dengan gaya dekorasi Cina. Dibuat sebelum tahun 1960. Dibawahnya adalah mainan kuda-kudaan.
Museum ini sebenarnya ga cocok dinamakan museum anak. Karena kalau anak-anak jaman sekarang yang ke sini, asli mereka bakalan bosen dan ga tertarik. Cocoknya dinamakan museum nostalgia, karena yang hahah hihih di sini pasti emak bapaknya.
Terus terang melihat museum ini sangatlah miris. Seperti mati segan hidup tak mau. Sepi banget pengunjungnya, bahkan boleh dibilang tidak ada pengunjungnya. Ide dari museum ini sebenarnya bagus yaitu untuk melestarikan dan menunjukkan budaya dan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam permainan tempo dulu. Anak-anak diharapkan bisa datang dan mengamati, menanyakan sesuatu, mendapatkan inspirasi, dan termotivasi untuk membuat sesuatu sendiri dengan mengeksplorasi ide-ide mereka. Tapi dengan penyajian museum seperti itu akan sangat susah untuk membuat anak-anak tertarik, jangankan mengeksplorasi, liat aja udah ga tertarik. Mudah-mudahan untuk ke depannya pihak pengelola bisa lebih kreatif untuk menarik minat anak-anak datang ke museum ini.
Update Juli 2017 :
Museum Anak Kolong Tangga ditutup dikarenakan adanya renovasi Gedung Taman Budaya Yogyakarta. Belum diketahui akan pindah kemana karena ketiadaan dana.