Archives

Kompleks Candi Arjuna, Dieng

Dari Kawah Sikidang kami menuju ke Kompleks Candi Arjuna yang merupakan candi peninggalan agama Hindu. Ternyata di sini terdapat juga Candi Gatotkaca dan Museum Kailasa. Candi Gatotkaca berada dekat dengan jalan, tidak jauh dari tempat parkir. Dahulu di sini terdapat 5 buah candi selain Candi Gatotkaca, yaitu Candi Setyaki, Candi Nakula, Candi Sadewa, Candi Petruk, dan Candi Gareng. Namun sekarang hanya tinggal Candi Gatotkaca dan Candi Setyaki saja yang masih berdiri.

Candi Gatotkaca

Candi Gatotkaca

 

Di seberang Candi Gatotkaca, terdapat Museum Kailasa. Nama Kailasa diambil dari nama gunung yang dipercaya sebagai tempat tinggal Dewa Syiwa. Museum ini terbagi menjadi 2 bangunan. Bangunan depan adalah tempat arca-arca dan bagian-bagian candi dari daerah Dieng. Benda-benda tersebut diletakkan di sana karena pihak pengelola tidak mengetahui secara pasti dimana posisi benda tersebut seharusnya diletakkan, sehingga untuk menghindari kerusakan lebih jauh benda-benda tersebut disimpan di dalam museum. Bangunan belakangnya, yang berbentuk setengah lingkaran, berisi informasi terbentuknya dataran tinggi Dieng dan kisah-kisah candi yang ada di sana.
Sejujurnya kami ga mengunjungi Museum Kalisa ini, cuma numpang pipis aja di toiletnya. Hehe. Tapi sempat nanya-nanya ke penjaganya ada apa di dalam Museum tersebut.

Museum Kailasa

Museum Kailasa

 

Cukup jauh juga jalan setapak yang harus dilalui untuk menuju Kompleks Candi Arjuna. Anak-anak udah ngoceh panjang kali lebar. Edward langsung minta gendong si papa. Hihi. Sampai di dalam kompleks candi, mereka langsung asyik sendiri mainan bunga dandelion.

Jalan setapak menuju Kompleks Candi Arjuna

Jalan setapak menuju Kompleks Candi Arjuna

14764093552301

Kompleks Candi Arjuna ini sudah ditata rapi dengan dibuatnya jalan setapak mengitari candi. Banyak orang yang duduk-duduk sambil menikmati pemandangan candi dengan latar belakang Pegunungan Prau dan Gunung Sindoro. Ada 5 candi yang terdapat dalam kompleks ini, yaitu Candi Arjuna, Candi Semar, Candi Srikandi, Candi Sembrada, dan Candi Puntadewa.

Dari kiri ke kanan : Candi Semar, Candi Arjuna, Candi Srikandi, Candi Sembrada. Candi Puntadewa terlihat sedang dipugar.

Dari kiri ke kanan : Candi Semar, Candi Arjuna, Candi Srikandi, Candi Sembrada.
Candi Puntadewa terlihat sedang dipugar.

 

Udara di sini sangat sejuk, jadi bikin lapar. Apalagi liat tukang jual bakso yang dipikul, jadi kepingin banget makan yang anget-anget. Tapi sengaja ditahan-tahan karena mau nyobain yang namanya mi ongklok. Tapi kata teman, mi ongklok di Dieng ga ada yang enak. Mending cari mi ongklok di Wonosobo. Kebetulan Candi Arjuna ini adalah wisata terakhir yang kami kunjungi di Dieng. Sebenarnya masih banyak tempat yang ingin kami kunjungi, seperti Bukit Sikunir dan Telaga Cebong, yang terkenal dengan pemandangan sunrise-nya. Ada lagi D’Qiano Waterpark, kolam renang dengan air panas alam. Dan yang pasti nonton di Dieng Plateau Theater dan masuk ke dalam Museum Kailasa.

Oya, kembali ke soal mi ongklok. Setelah googling, dikasih tau mi ongklok yang enak adalah mi ongklok longkrang. Tapi setelah kami sampiri tempatnya, ternyata tutup. Eh.. jauh-jauh. Akhirnya pasrah aja ngikutin jalan sampai ketemu mi ongklok berikutnya, yaitu Mi Ongklok Pak Muhadi. Mi ongklok adalah mi basah yang direbus, disajikan dengan rebusan kol hijau dan daun kucai dan disiram dengan kuah kanji kental. Pelengkap dari mi ongklok ini adalah sate sapi dan gorengan tempe. Menu di sini hanya mi ongklok dan sate sapi. Edward makan mi ongkloknya, Marsha makan sate sapi. Nyari nasi putih ga ada. Hehe.

Sate Sapi dan Mi Ongklok Pak Muhadi

Sate Sapi dan Mi Ongklok Pak Muhadi

Kawah Sikidang, Dieng

Dari Dieng Plateau Theater selanjutnya kami ke Kawah Sikidang. Dataran Tinggi Dieng merupakan dataran dengan aktivitas vulkanik dibawah permukaannya. Maka tidak heran bila di Dieng ini banyak sekali kawah yang bermunculan. Salah satunya adalah Kawah Sikidang. HTM Kawah Sikidang adalah Rp. 10.000,-/orang berlaku untuk masuk ke Kawah Sikidang dan Candi Arjuna. Di tempat penjualan tiket masuk, ada anak-anak yang menjual masker. Bagi yang tidak tahan bau belerang sebaiknya menggunakan masker pada saat mendekati kawah.

HTM Kawah Sikidang & Candi Arjuna

HTM Kawah Sikidang & Candi Arjuna

 

Menuju pintu masuk kawah ada warung-warung yang menjual berbagai macam suvenir, oleh-oleh dan hasil panen petani setempat. Salah satunya adalah kentang. Kentangnya ada yang warna ungu dan merah. Tadinya mau beli buat oleh-oleh, tapi takut rusak kelamaan dikekep dan ketindih barang-barang di bagasi mobil karena sebelum pulang Jakarta kami masih mampir-mampir dulu.

Setelah pintu masuk, ada yang menawarkan foto bareng burung seharga Rp. 5.000,-. Marsha langsung tertarik minta foto bareng, tapi sama si papa ga boleh karena ternyata burungnya adalah burung hantu. Kata papa, kasian burung-burung itu, mereka hewan nokturnal yang aktif di malam hari tapi justru siang-siang bolong gini dipaksa bangun. Kasian juga liat burungnya, matanya pada merem. Entah ngantuk apa silau, padahal ada beberapa orang yang antri untuk foto bareng.

Burung elangnya ikutan ngatuk juga :)

Burung elangnya ikutan ngantuk juga :)

 

Ga jauh dari tempat foto bareng burung ada kios-kios yang menjual suvenir berupa belerang, baik yang sudah jadi serbuk atau yang masih bongkahan, dan bunga edelweis. Eh, katanya bunga edelweis dilindungi, ga boleh dipetik. Tapi kata yang jual, bunga edelweis yang diperjualbelikan di Dieng adalah hasil budidaya petani edelweis. Ya sudahlah, karena Marsha ngotot minta dibeliin akhirnya dia pilih bunga edelweis yang warna-warni. Warna-warni karena diwarnai, bukan asli warna bunganya. Kalau aku pilih serbuk belerang, buat ngilangin eksim di kaki. Hihi. Si papa akhirnya ikut-ikutan beli edelweis yang putih sama bongkahan belerang. Buat pajangan, katanya.

Berbagai suvenir dari Kawah Sikidang

Berbagai suvenir dari Kawah Sikidang

 

Semakin mendekati kawah, bau belerang semakin menyengat. Kawah Sikidang ini merupakan salah satu kawah yang paling banyak dikunjungi karena selain mudah untuk mencapainya, kawah Sikidang ini mempunyai karkater unik dimana lubang keluarnya gas selalu berpindah-pindah sehingga oleh penduduk setempat kawah ini diberi nama Kawah Sikidang, yang berasal dari kata kidang (kijang).

Ada jalan setapak menuju kawah

Ada jalan setapak menuju kawah

 

Kiri : Kawah Sikidang Kanan : dari tanah bebatuan sekitar kawah, muncul juga uap panas.

Kiri : Kawah Sikidang
Kanan : dari tanah bebatuan sekitar kawah, muncul juga uap panas.

 

Pemandangan dari kawah Sikidang. Lumayan jauh juga jalannya dari tempat parkir.

Pemandangan dari kawah Sikidang. Lumayan jauh juga jalannya dari tempat parkir.

Batu Pandang Ratapan Angin, Dieng

Berhubung Pak Tolip orangnya ramah, baik dan asyik banget foto-fotoin kami, beliau kami beri Rp. 100.000,-, 2 kali dari tarifnya. Alhasil kami diajak ke Batu Pandang Ratapan Angin. “Ayolah bu, saya foto-fotoin lagi di sana,” kata Pak Tolip. Hehe, asyik!
Oya, sebelum berangkat aku tanya ke Pak Tolip ada apa di Wana Wisata Petak 9. Pintu masuk wisata ini terletak tidak jauh dari pintu masuk Telaga Warna. Pak Tolip menjelaskan bahwa di sana kita bisa melihat Telaga Warna dari atas bukit Sidengkeng. Tapi jalan ke sana cukup jauh dan menanjak. Ya sudahlah, kami lewatkan saja. Bisa ngoceh panjang lebar kalau anak-anak di ajak ke sana.

Wana Wisata Petak 9

Wana Wisata Petak 9

Dari Telaga Warna, kami naik mobil mengikuti Pak Tolip yang naik motor. Letak Batu Pandang Ratapan Angin tidak jauh dari Telaga Warna. HTMnya Rp. 7.500,-/orang. Dari tempat parkir, kami berjalan melewati perkebunan milik warga. Pak Tolip memetik buah Carica untuk kami coba. Buah Carica adalah buah pepaya khas Dieng dan hanya tumbuh beberapa tempat di dunia, salah satunya di Dieng. Rasanya asam dan makannya sekaligus sama bijinya. Carica ini biasanya dijual dalam bentuk manisan yang dikemas dalam gelas plastik. Untung kami ditemani Pak Tolip, yang dengan cueknya petik sana petik sini. Iyalah, dia kan udah kenal dengan warga sekitar. Coba kalau kami yang main petik, bisa dipelototin sama mereka. Haha.

Buah Carica

Buah Carica

Manisan Carica yang telah dikemas dan Kripik Jamur.

Manisan Carica yang telah dikemas dan Kripik Jamur.

Ternyata di Batu Pandang Ratapan Angin, kita bisa melihat Telaga Warna dan Telaga Pengilon dari atas. Keren banget. Kami disuruh naik di atas batu oleh Pak Tolip dan difotoin. Serem banget! Kalau jatuh amin deh.

batu-pandang-ratapan-angin

Ngeliat si papa difoto bikin dengkul lemes

Ngeliat si papa difoto bikin dengkul lemes

 

Di Batu Pandang Ratapan Angin, kami berpisah dengan Pak Tolip dan melanjutkan perjalanan menuju Dieng Plateau Theater yang letaknya juga tidak jauh. Sampai di sana ternyata film-nya baru mulai. Pertunjukkan selanjutnya kira-kira masih 20 menit lagi. Hhmm, males ajah nunggu lama di situ. Akhirnya kami memutuskan untuk melewatkan nonton di sana.

Dieng Plateau Theater

Dieng Plateau Theater

 

Sekedar info, Dieng Plateau Theater ini merupakan gedung pertunjukkan yang memutar film dokumenter mengenai kawasan Dataran Tinggi Dieng. Filmnya berdurasi kurleb 23 menit. Untuk tiket masuknya bisa mempergunakan tiket masuk kawasan dataran tinggi dieng yang sebelumnya dipungut saat masuk ke kawasan ini. Sayang banget sebenarnya melewatkan pertunjukkan ini, tapi apa boleh buat karena kami masih harus melanjutkan perjalanan menuju Purwokerto.